Ika
Yesi Setyaningsih (H1G013001)
Ayu
Alfizatunnikmah (H1G013010)
Natalia
Dwi Mulyaningsih (H1G013011)
Nurul
Khotimah (H1G013024)
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang
Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “Pancasila Ideologi yang Pluralis dan Anti Gerakan Radikal” untuk
memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila.
Kami
berusaha menyajikan makalah ini dengan semudah mungkin agar pembahasan-pembahasan
yang ada di dalamnya mudah dipahami, dan pemahaman inilah yang kami harapkan
akan memudahkan pembaca memahami semua aspek-aspek yang berhubungan dengan
Kami
harap makalah ini tidak hanya dapat menambah pengetahuan, tetapi juga dapat
merangsang kreativitas pembaca sehingga mampu memecahkan masalah-masalah yang
berhubungan dengan bab yang kami bahas ini.
Kami
sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari berbagai pihak
yang berkepentingan demi perbaikan makalah kami ke arah yang lebih baik.
Purwokerto, oktober 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Ideologi dalam
pandangan secara umum, mungkin dapat diartikan
sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang
dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang
sebaiknya,yaitu secara moral dianggap benar dan adil,mengatur tingkah laku
mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka (Alfian 1992:187). Tiadanya
ideologi yang dapat memberikan arah perubahan yang sangat besar.Dewasa ini,dikuatirkan
akan memunculkan kembali gerakan-gerakan radikal baik yang bersumber dari rasa
frustasi masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian hidup maupun akibat dari
manipulasi sentimen-sentimen primordial. Radikalisme bukanlah fenomena baru yang terjadi di Indonesia
maupun di dunia. Gerakan-gerakan radikal ini tentu sangat berbahaya karena dapat
memutar kembali arah reformasi politik kepada situasi yang mendorong munculnya
kembali kekuatan yang otoritarian maupun memicu anarki sosial yang tidak
berkesudahan. Perkembangan zaman menyebabkan kesenjangan yang memicu adanya
gerakan radikalisme, Istilah radikalisme dalam perspektif nya sering dikaitkan
dengan sikap ekstrim, kolot, stagnasi, konservatif, anti-Barat, dan keras dalam
mempertahankan ideologi bahkan dengan kekerasan fisik.( Chaq,2013 )
Indonesia adalah
negara yang menjadikan pancasila sebagai
ideologi negara. Pancasila digali diambil dan digunakan dari masyarakat Indonesia sendiri . Pancasila sebagai ideologi
nasional Bangsa Indonesia pada hakekatnya merefleksikan dimensi dari sebuah
ideologi yang dimiliki oleh suatu negara dan bangsa secara keseluruhan. Sebagai
ideologi yang yang dianut oleh bangsa yang memiliki keberagaman
suku,ras,bahasa maupun agama pancasila haruslah menjadi ideologi yang pluralis.
Pluralisme bukanlah sesuatu yang baru didengar,pluralisme saat ini menjadi
suatu hal yang digadang-gadang sebagai hal yang harus dilakukan dalam kehidupan
bermasyarakat. Karna isu radikalisme yang sering didengar adalah isu
radikalisme adalah mengenai agaman maka pluralism yang saat ini digadang-gadang
pula adalah pluralime mengenai agama. Pluralisme agama adalah suatu paham yang
mengajarkan bahawa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama
adalah relatif; oleh sebab itu ,setiap agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya
agamanya nya saja yang paling benar dan agama yang lain salah. Pliralisme juga
mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di
surga. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa dinegara atau daerah
tertentu terdapat berbagai berbagai pemeluk agama yang hidup berdampingan.
1.2.Rumusan
masalah
Dari
latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana
munculnya radikalisme di Indonesia
2. Apa
peran Pancasila sebagai ideologi Negara mengenai masalah radikalisme di Indonesia
3. Apa
saja jenis-jenis radikalisme
4. Apa
penting nya pluralisme dan bagaimana penerapannya.
1.3.Tujuan
Tujuan
dari penulisan makalah ini adalah:
1. Mengetahui
bagaimana munculnya radikalisme di Indonesia
2. Mengetahui
peran pancasila tentang radikalisme di Indonesia
3. Mengetahui
jenis jenis radikalisme
4. Mengetahui
pentingnya pluralisme
1.4.Manfaat
Manfaat dari penulisan
makalah ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri bagaimana munculnya
bagaimana munculnya gerakan radikal,dan peran penting pancasila untuk
mengahambat terjadinya gerakan radikalisme,dan jenis-jenis radikalisme serta
bagaimana pentingnya radikalisme.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
Ideologi Pancasila
merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar
budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh
sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung
didalamnya. Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan
ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung
kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan,
ancaman, hambatan serta gangguan yang dari luar/dalam, langsung/tidak langsung
dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara
Indonesia.
Pluralisme
berasal dari kata “plural” yang berarti kemajemukan atau keanekaragaman dan
“isme” yang berarti paham, jadi pluralism adalah paham kemajemukan. Dalam
rangka membentuk masyarakat beragama yang rukun dan damai, para ahli
banyak menekankan tentang pluralisme.Paham ini menitik beratkan pada aspek
persamaan, dimana semua agama itu sama.dalam artian banyak jalan menuju
surge. Sebenarnya paham pluralism merupakan paham yang sudah cukup
lama. Paham ini muncul bersamaan dengan modernisasi Negara-negara
barat. Dengan kata lain paham ini pada awalnya muncul dari belahan
dunia barat,yakni Eropa. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat
sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang
dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan
transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini
telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi
paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
Secara semantik,
radikalisme ialah paham atau aliran yang menginginkan perubahan atau pembaharuan sosial dan politik
dengan cara kekerasan atau drastis (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua,
cet. th. 1995, Balai Pustaka). Dalam Ensiklopedi Indonesia (Ikhtiar Baru – Van
Hoeve, cet. 1984) diterangkan bahwa “radikalisme” adalah semua aliran politik,
yang para pengikutnya menghendaki konsekuensi yang ekstrim, setidak-tidaknya
konsekuensi yang paling jauh dari pengejawantahan ideologi yang mereka anut.
Dalam dua definisi ini “radikalisme” adalah upaya perubahan dengan cara
kekerasan, drastis dan ekstrim. Adapun dalam Kamus Ilmiyah Populer karya Pius A
Partanto dan M. Dahlan Al-Barry (penerbit Arkola Surabaya, cet. th. 1994)
diterangkan bahwa “radikalisme” ialah faham politik kenegaraan yang menghendaki
adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf
kemajuan. Dalam definisi terakhir ini “radikalisme” cenderung bermakna
perubahan positif
Selain agama,
radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial, politik, budaya, dan
ekonomi. Ada anggapan di kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya
dilakukan oleh agama tertentu saja, dan anggapan itu memang tidak salah.
Kelompok radikal di negeri ini tumbuh subur. Mereka masih bebas melancarkan
serangan dengan merusak nilai-nilai kemanusiaan. Label radikalisme bagi gerakan
Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan
komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran,
Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi
ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat
Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap
saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan
media Barat dalam mengkapanyekan labelradikalismeIslam.(AzyumardiAzra,1996)
BAB II
PEMBAHASAN
3.1.
Sejarah Munculnya Radikalisme
Secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor
ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati,
ketidakpercayaan dan lain sebagainya. Faktor ideologi sangat sulit diberantas
dalam jangka pendek dan memerlukan perencanaan yang matang karena berkaitan
dengah keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini
hanya bisa diberantas permanen melalui pintu masuk pendidikan (soft
treatment) dengan cara melakukan deradikalisasi secara evolutif yang
melibatkan semua elemen. Pendekatan keamanaan (security treatment) hanya
bisa dilakukan sementara untuk mencegah dampak serius yang ditimbulkan sesaat.
Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu contoh radikalisme yang
disebabkan oleh faktor kemiskinan cara mengatasinya adalah dengan membuat
mereka hidup lebih layak dan sejahtera.
Radikalisme
dalam studi ilmu sosial diartikan sebagai pandangan yang ingin melakukan
perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas sosial
atau ideologi yang dianutnya. Radikal dan radikalisme adalah sebenarnya konsep
yang netral dan tidak bersifat pejorative (melecehkan). Perubahan radikal bisa
dicapai melalui cara damai dan persuasif tetapi bisa juga dengan kekerasan. Dan
dalam hal ini perlu dibedakan antara kekerasan fisik dengan kekerasan yang
berbentuk simbolik atau wacana. Biasanya banyak pihak cenderung mengasosiasikan
kekerasan dalam bentuk fisik, seperti: penyerangan, pemukulan, pengrusakan dan
sebagainya tetapi
mengabaikan kekerasan simbolik atau wacana. Sedangkan provokasi,
penglabelan, stigmatisasi, atau orasi yang agitatif, termasuk
hate speech, condoning disepelekan dan bukan sesuatu yang
dilihat sebagai kondisi yang memungkinkan ekskalasi menuju kekerasan
fisik (Hasani, 2011:19).
Memang
harus diakui, bahwa ideologi agama sedikit banyak berpengaruh terhadap
munculnya aksi radikalisme. Teks-teks agama yang ditafsirkan secara atomistik,
parsial-monolitik (monolithicpartial) akan menimbulkan pandangan yang
sempit dalam beragama. Kebenaran agama menjadi barang komoditi yang dapat
dimonopoli. Ayat-ayat suci dijadikan justifikasi untuk melakukan tindakan
radikal dan kekerasan dengan alasan untuk menegakkan kalimat Tuhan di muka bumi
ini. Aksi radikalisme inilah yang sering mengarah kearah aksi teror.
Maraknya radikalisme di era kontemporer
memiliki ikatan sejarah dan sosiopolitik. Di sini, geneologi radikalisme
dilacak. Secara kultural-histrori, akar maupun embrio munculnya benih
radikalisme Islam dimulai ketika golongan yang dulunya pengikut khalifah Ali
bin Abi Thalib, membangkang hingga memutuskan keluar dari barisan. Kelompok itu
dikenal dengan Khawarij. Model pemikiran dan semangat radikal/revolusioner
Khawarij bermetamor fosis sejalan dinamika maupun perubahan zaman. Ideologi
radikal berkembang di tanah Arab dengan setting sosial-politik
berbeda. Artinya, pemikiran dan aksi radikal tak lagi dibatasi doktrin maupun
dogma agama ditafsirkan sepihak. Tapi radikalisme berkembang karena sejarah dan
faktor lain di luar agama.
Radikalisme lebih sering muncul saat menghadapi
kebijakan politik penguasa dan kondisi sosial-budaya dipandang dapat mengancam
penerapan ajaran Islam yang diyakini mutlak benar. Kaum radikal mengusung rasa
wajib memperjuangkan keyakinan mereka itu sampai dengan hari ini. (hlm 101).
Semangat itu mengilhami aksi radikalisme di
belahan dunia, apalagi dibumbuhi sentimen anti Barat. Di Afganistan ada
Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) dengan gagasannya Pan Islamisme. Ide Pan
Islamisme dimaksudkan menyatukan dunia Islam mirip sistem Hilafah karena
didasarkan kenyataan sosiologis eksistensi Islam terpinggirkan oleh dominasi
kekuatan Barat pascakemunduran Islam abad 19.
Spirit itu mewarnai perkembangan gerakan
radikal Sultan Turki, Abdul Hamid II, gerakan Wahabi di Hijaz, Jemaat-e Islami
didirikan Abu Alía al-Maududi di Pakistan, Ikhwanul Muslimin di Mesir dengan
tokoh Sayyid Quthb. Seperti itu pula gerakan Sayyid Nursi di Turki, Hasal
Al-Bana dan gerakan NII pimpinan Kartosuwiryo di Indonesia, hingga berkembang
seperti sekarang ini.
3.2.Jenis-Jenis Radikalisme
Dibawah
ini akan dijelaskan beberapa jenis radikalisme yang dilihat dari berbagai
perspektif kehidupan bermasyarakat, diantaranya yaitu:
Radikalisme Dalam Perspektif Politik
Dalam perspektif politik
bukan negara itu yang terpenting, tetapi kekuasaan yang dimilikinya itulah yang
menjadi perhatian utama, dan kekuasaan inilah yang dinilai merupakan sumber
radikalisme. Hal ini dikarenakan, kekuasaan sebagai suatu konsep memberikan
kepada orang untuk mewujudkan segala keinginan, dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan tersebut. Meskipun negara bukan satu-satunya pemilik
kekuasaan, namun kekuasaan yang dimiliki oleh negara sangat berbeda dengan
kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya, ataupun kekuasaan
yang di miliki oleh orang perseorang. Perbedaan ini terlihat dari hak istimewa
yang ada pada negara, negara bisa memaksakan warga negara untuk tunduk kepada
peraturannya, jika perlu dengan sangsi hukuman. Oleh
karena itu, dalam perspektif politik, radikalisme yang terjadi menempatkan
faktor kekuasaan sebagai inti persoalannya, sehingga radikalisme juga sering
dimaknai sebagai bentuk dan cara perebutan kekuasaan. Apalagi
ketika berbicara ke-kuasaan dalam politik, maka konotosi yang sifatnya jelek,
kotor, kerakusan, serta dominasi seakan sudah terkonstruksi, dan merupakan image
yang melekat dari kedua konsep tersebut.
Johan Galtung mencoba mengkonsep tualisasikan
jenis radikalisme ini ke dalam 3 bentuk, yaitu radikalisme kultural,
radikalisme struktural, dan radikalisme langsung (Galtung,1980). Radikalisme
kultural merupakan radikalisme yang melegitimasikan terjadinya radikalisme
struktural dan radikalisme langsung. Radikalisme langsung (violence-as-action)
sendiri dimaknai sebagai radikalisme yang terlihat secara langsung dalam bentuk
kejadian-kejadian atau perbuatan, sehingga mudah dilakukan identifikasi
terhadap jenis radikalisme ini,contohnya radikalisme yang terjadi di Aceh yaitu GAM dimana Aceh merindukan
kebebasan dan kemerdekaan untuk negaranya sendiri.Terjadinya radikalisme di
pulau Madura dan Kalimantan yang menyebabkan banyak korban, Radikalisme bom
Bali mereka berfikir untuk memusnahkan turist karena menyimpang dengan ajaran Islam
dalam cara berpakaian mereka.Radikalisme struktural (violence-as-structure)
diartikan sebagai radikalisme yang berbentuk eksploitasi sistematis disertai
mekanisme yang menghalangi terbentuknya kesadaran, serta menghambat kehadiran
lembaga-lembaga yang dapat menentang eksploitasi dan penindasan contohnya gerakan
radikalisme menjadi wadah di kalangan minoritas seperti,kelompok
pemberontak,kelompok ISIS,kelompok islam yang tidak diakui Amerika.
Radikalisme Dalam kehidupan Sosiologis
Sebagai ilmu pengetahuan, secara formal sosiologi mencoba membatasi diri
pada manusia sebagai satuan sosial, termasuk bagaimana hubungannya dengan
masyarakat, proses sosial, dan ketentuan-ketentuan sosial, struktur sosial,
kelangsungan hidup dari kelompok sosial (apakah unsur-unsur pengawasan sosial
yang menjamin kelangsungan hidup kelompok/ masyarakat, serta bagaimanakah
individu paling efektif diawasi oleh masyarakat), serta perubahan-perubahan
sosial (social change) sebagai objek formalnya.
Perkembangan perilaku
seseorang di masyarakat diarahkan pada tujuan hidup untuk mendapatkan pengakuan
dari lingkungannya. Kegagalan mendapatkan pengakuan dari lingkungannya akan
menimbulkan masalah bagi orang yang bersangkutan. Upaya untuk mendapatkan
pengakuan ini adalah dengan kompensasi (menutupi suatu kelemahan dengan hal
lain) terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan perasaan rendah diri (Sarwono,
1999).Biasanya orang yang mengalami kegagalan mendapatkan pengakuan di
lingkunganya mereka akan melakukan perlakuan yang menyebabkan radikalisme di
masyarakat.Seperti kegagalan dalam pemilu Kepala Desa karena merasa kalah dan
di kucilkan lawannya,menimbulkan rasa kebencian tidak jarang menimbulkan
peperangan antar pendukung karna merasa jagoan mereka kalah.Orang yang belum
mendapatkan pekerjaan hanya diam dirumah pun tak jarang menjadi bahan bicaraan
warga dan menimbulkan reaksi negative dari orang tersebut dengan
emosional,menjadi fanatic,masuk dalam kumpulan orang yang memiliki latar
belakang sama.
Radikalisme
Dalam Perspektif Budaya
Radikalisme dari
perspektif budaya merupakan radialisme pada realitas yang ditemukannya berbagai
budaya dalam masyarakat, dan etnis tertentu yang dianggap akrab dengan
radikalisme, sehingga sering dinilai merupakan bagian dari sistem budaya
mereka.dalam masyarakat madura dikenal dengan istilah “carok” dan” sirri “ cara
untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di suku bugis tersebut. Carok
misalnya, masyarakat Madura memiliki budaya radikalisme, namun pendekatan
etniki memperlihatkan bahwa carok dalam pengertian dan pemahaman aslinya
setidaknya mengandung lima unsur yang oleh etnis Madura sangat dijunjung
tinggi. Kelima unsur tersebut adalah pertama, tindakan atau upaya pembunuhan
antar laki-laki; kedua, pelecehan harga diri terutama berkaitan dengan
kehormatan perempuan (istri); ketiga, perasaan malu (malo); keempat, adanya
dorongan, dukungan, persetujuan sosial disertai perasaan puas, dan kelima,
perasaan bangga bagi pemenangnya(Latief,2002). Meskipun kemudian carok sebagai
suatu mekanisme dalam menyelesaikan sengketa dalam maknanya yang asli mengusung
nilai yang dijunjung tinggi oleh etnis madura dikaburkan, dan bahkan menjadi
”tuna makna” oleh ”nyelep”, yaitu suatu cara menyerang musuh dari belakang atau
samping ketika musuh sedang lengah(Latief,2000).
Radikalisme
Dalam Perspektif Ekonomi
Pembangunan dalam
perspektif ekonomi dapat menjadi pemicu terjadinya radikalisme dimasyarakat
yang banyak terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan sosial yaitu pranata
sosial di lingkungan masyarakat dan perubahan lingkungan demokrasi(politik)
(Bestado,1999).
Radikalisme
Dalam Perspektif Agama
Radikalisme dalam
perspektif agama adalah pemicu utama terjadinya radikalisme dengan adanya
ajaran,cerita,dogma dan simbolisme ritualitas dan idealitas yang ada dalam
agamanya dipahami oleh pemeluknya,agama menjadi bersifat partikular (Mohtar
Mas’oed et.a,2001).Contoh perspektif agama faham Islam Irak dan Syiria (ISIS)
yang baru booming di Indonesia,faham ini memberi pengajaran kebencian kepada
sesama umat islam,mereka juga belajar
kemiliteran dan berjanji untuk membela gerakan terorisme untuk menyelamatkan dunia
menurut pengajaran ISIS tersebut.Adanya pembunuhan Pastur dalam film”?” juga
pengeboman di Gereja Bethel Indonesia di Solo.
3.3.
Peran Pancasila sebagai ideologi Negara mengenai masalah radikalisme di
Indonesia
Pancasila sebagai
ideologi bangsa memiliki perbedaan yang mendasar dengan ideologi
kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis, dimana pancasila menyukai adanya
hak-hak individu maupun hak masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun politik.
Lain halnya dengan ideologi liberalis-kapitalis yang lebih mengedepankan
kebebasan individual ataupun kelompok. Sebagai ideologi terbuka, pancasila
membuka ruang penuh bagi negara dan masyarakatnya untuk mencapai cita-citanya
dengan berlandaskan pada kesepakatan tentang rule of law sebagai landasan pemerintah atau penyelenggaraan negara
( the basis of government ) dan
kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur
ketatanegaraan ( the form of institutions
and procedures ).
Secara
ideologis pancasila telah dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi
nasional, namun masih terdapat dua kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki,
yaitu belum tepatnya pemahaman yang sama tentang kandungan nilai pancasila
serta keterkaitannya dengan kebijakan serta strategi nasional, baik dikalangan
para pemimpin maupun dikalangan rakyat banyak dan belum terwujudnya kondisi
kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; dengan relita kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara. Pancasila yang telah dilegitimasikan sebagai dasar
negara dan ideologi nasional semestinya menjadi rujukan dalam segala bentuk
perundangan maupun rujukan bagi para pemangku kebijakan dan masyarakat dalam
bertindak, sehigga tidak terjadi resistensi antara idealisme yang terkandung
dalam sila pancasila, UUD 1945 dengan relitas kehidupan berbangsa dan
bernegara. Berbagai pasal dalm perundangan yang tidak seiring dengan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 telah menimbulkan
serangkaian kegelisahan dan protes dari masyarakat. Berbagai resistensi yang
terjadi tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada terjadinya pergeseran ke
arahderadsi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
Pancasila
merupakan sumber dari segala segala sumber hukum di Indonesia, sehingga
berbagai perundangan dan peraturan baik di pemerintahan maupun pemerintahan
daerah seharusnya tidak boleh keluar dari koridor Pancasila dan UUD 1945. Namun
demikian, sampai sejauh ini masih banyak perundangan yang tidak mengedepankan
nilai-nilai sebagaimana terkandung dalam pancasila dan UUD 1945. Bahkan uji
materiil perundangan di Mahkamah Konstitusi hanya diuji pada batang tubuh
(pasal-pasal) tetapi tidak diuji dari Pembukaan UUD1945. Alhasil pancasila
sebagai ‘pusat kekuatan‘ kurang berdampak pada kehidupan bangsa dan negara
secara keseluruhan.
Pada
ranah global, pancasila juga diperhadapkan pada tumbuhnya radicalism ideology yang terus berkembang dan mengarah pada
‘penetrasi dan pemaksaan’ yang serinng dilakukan melalui cara kekerasan dengan
melibatkan state actor maupun non-state actor, dengan metode simetris
maupun asimetris dan dalam bentuk terorisme nasional maupun transnational organized crime. Indonesia
dalam menuju peradaban yang lebih bermartabat diperhadapkan pada berbagai pengaruh
ideologi-ideologi lain, termasuk ideologi radikalisme global yang mengganggu
pencapaian dari berbagai kebijakan yang ditetapkan. Padahal sesungguhnya
Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti dan teruji mampu
mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis maupun agama yang ada
diseluruh Indonsia.
Dari
berbagai jajak pendapat yang dilakukan berbagai kalangan dalam waktu yang
berbeda-beda, ternyata Pancasila masih mendapatkan dukungan yang kuat dari
mayoritas bangsa Indonesia. Dukunga yang kuat ini harus diperkuat dengan
mengembangan kondisi sosial politik., sosial ekonomi, sosial budaya, serta
kondisi pertahanan keamanan yang akan mengukuhkan dukungan itu.
Menagkal
ideologi radikalisme global antara lain :
1) upaya
mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme global adalah
dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi., antara lain dengan
meningkatkan relevansi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan
bernegara, sehingga rakyat bukan saja
memahaminya secara efektif dan menindaklanjutinya secra psikomotoris. Dengan
cara demikian, bukan saja kewibawaan Pancasila semakin meningkat oleh karena
didukung oleh kenyataan, tetapi juga daya tarik ideologi radikalisme global
semakin menurun.
2) Upaya
mendasar berikutnya untuk menangkal ideologi radikalisme global adalah dengan
mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi radikalisme global tersebut
dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-dalil yang dianutnya, bukan saja
dari aspek internal tetapi juga dari aspek eksternalnya.
3) Upaya
pencegahan yang sangat efektif yang dalam mencegah timbulnya minat terhadap
ideologi radikalisme global adalah dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan
tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, antara lain dengan menegakkan
keadilan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, mencegah terjadinya
diskriminasi dan mencegah dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran hak asasi
manusia.
4) Mengambil
tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat terhadap indikasi telah
adanya aksi-aksi radikalisme di dalam masyarakat.
5) Khusus
untuk menangkal ideologi radikalisme global yang terkait dengan fundamentalisme
keagamaan khususnya agama islam perlu difasilitatsi dengan upaya alim ulama,
serta upaya deradikalisasi secara mendasar dan mendalam terhadap mereka yang
pernah terlibat dalam aksi-aksi radikal.
3.4.Pentingnya Pluralisme Dan Penerapannya
Pluralisme
menurut bahasa adalah teori yang mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak
substansi. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak etnik, budaya,
tradisi, suku maupun agama. Hal tersebut memberikan bukti bahwa Indonesia
adalah negara yang pluralistik.
Manfaat
dari pluralisme adalah mengajak warga negara agar dapat membangkitkan sifat
pengharagaan antara satu ras dengan ras lainnya, antara etnik atau suku yang
satu, dengan suku lainnya, antara pengikut agama yang satu dengan agama
lainnya, antara golongan yang satu dengan lainnya. Selain itu, setiap warga,
etnik, dan ras dan penganut agama tertentu, dapat mengembangkan kultur,
nilai-nilai ajarannya, serta tradisinya. Tak seorang pun yang dapat menghalangi
upaya pengembangan ini. Mereka dilindungi oleh undang-undang, yang berdasarkan
kesepakatan dan persetujuan warga secara keseluruhan.. Dengan demikian, setiap
warga dapat berdiri di atas kakinya sendiri, tanpa merasa tertekan, dikontrol,
serta diawasi oleh warga lain yang berbeda kultur. Setiap warga memiliki hak
untuk hidup dan maju, bahkan mengembalikan tradisi dan kultur lama yang menjadi
ajaran atau anutan pada warga itu. Institusi dan pranata sosial dan kulural
dapat berdiri sebanyak-banyaknya, tanpa ada halangan dan tantangan. Hubungan
dengan kultur yang sama dapat dibangun seoptimal dan sedekat mungkin, tanpa ada
batas-batas hierarkikal dan birokrasi, hingga batas Negara sekalipun. Orang
Kristen, umpamanya, dapat saja menjalin hubungan dengan umat Kristiani di
belahan Eropa, di AS, dan Australia. Umat Hindu dapat saja saling tolong
menolong dalam hal kehidupan dengan India. Pengikut Buddha dan Kong Hu Chu pun,
dapat sangat akrab dengan bangsa Asia Timur seperti Cina, Jepang, Korea,
Taiwan, dan Indo Cina. Umat Islam dapat menikmati hubungan mesra dan silatur
rahim dengan bangsa Arab, Berber, Afrika, Asia Tengah, Persia, dan Anak Benua
India. Setiap penganut agama ini dapat saja membangun tempat ibadah di manapun
saja mereka punya tanah hak milik. Bahkan menyewa juga seharusnya pun bisa!
Mereka dapat melakukan upacara keagaman secara terbuka dan masif.
Sebagai
nilai, pancasila memuat suatu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan,
mengandung suatu keharusan untuk dilaksanakan. Nilai merupakan cita-cita yang
menjadi motivasi bagi segala sikap, tingkah laku, dan segala manusia yang
mendukungnya. Oleh karena itu sikap pluralisme terhadap bangsa sangat diperlukan
karena tanpa adanya sikap itu, maka masyarakat hanya mementingkan dirinya
sendiri saja kemudian muncul sikap egois dan berkurangnya sikap toleransi serta
sikap saling menghargai antar sesama, walaupun itu dalam lingkungan keluarga
sendiri.
Setelah
memahami nilai-nilai pancasila, sebagai yang harus diwujudkan serta pedoman
untuk melaksanakannya, kita masih perlu menata dan menyusun serta mengatur
sistem kehidupan bangsa Indonesia bagi terwujudnya nilai-nilai pancasila.
Misalnya dalam mengusahakan persatuan bangsa Indonesia, kita perlu menyusun dan
mengatur interaksi antar warga Negara yang terdiri dari beraneka ragam suku,
golongan, agama serta budaya. Demikian juga bagaimana mengatur kehidupan
beragama agar kebebasan kehidupan beragama bisa terjamin.
Seperti
halnya semboyan Negara kita yaitu “ bhineka tunggal ika”, walaupun berbeda
tetapi tetap satu jua. Dengan adanya perbedaan itu muncul suatu rancangan baru
yang pada akhirnya terbentuklah rasa nasionalisme dan rasa patriotism terhadapa
tanah air Indonesia. Usaha-usaha ekstern, yang diharapkan bagi pelaksanaan
nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bersama bangsa indoneasia.
Bila
telah di tangkap atau dipahami serta tampak bernilai bagi bangsa Indonesia,
nilai-nilai tersebut akan memberi daya tarik bagi bangsa Indonesia untuk
mewujudkannya. Namun nilai-nilai pancasila tampaknya masih terlalu umum dan
abstrak untuk dapat di tangkap oleh bangsa Indonesia pada umunya, maka masih
perlu dijabarkan agar mudah di pahami dan tampak bernilai bagi bangsa Indonesia.
BAB IV
PENUTUPAN
1.1.
Kesimpulan
Radikalisme
muncul disebabkan adanya faktor ideologi dan non ideologi seperti ekonomi,
dendam dan sakit hati. Faktor yang paling sulit diberantas dalam jangka waktu
yang singkat dan memerlukan pemikiran yang matang adalah faktor ideologi karena
menyangkut keyakinan. Upaya mendasar yang paling efektif utuk menanngkal
ideologi radikalisme global adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dalam
bidang ideologi, mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi
radikalisme global tersebut dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan
dalil-dalil yang dianutnya bukan saja dari aspek internal tetapi juga dari
aspek eksternalnya, dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan tumbuh dan
bekembangnya ideoloi tersebut, Mengambil tindakan preventif serta represif yang
tepat dan cepat yang terkait dengan fundamentalisme keagamaan khususnya agama
islam perlu difasilitatsi dengan upaya alim ulama.
Jenis-jenis
radikalisme dapat dibedakan berdasarkan perbedaan perspektif politik,
perspektif budaya, perspektif agama, perspektif ekonomi dan perspektif
sosiologis. Manfaat dari pluralisme adalah mengajak warga negara agar dapat
membangkitkan sifat pengharagaan antara satu ras dengan ras lainnya, antara
etnik atau suku yang satu, dengan suku lainnya, antara pengikut agama yang satu
dengan agama lainnya, antara golongan yang satu dengan lainnya.
1.2.
Saran
Sebaiknya radikalisme
di Indonesia ditiadakan terutama radikalisme yang disebabkan oleh faktor
ideologi. Karena hal tersebut bersangkutan dengan keyakinan yang dipegang dan
emosi keagamaan yang kuat, sehingga memerlukan waktu yang lama dan butuh
pemikiran yang matang untuk memberantas radikalisme ini. Disinilah peran
pancasila sebagai ideologi negara dapat mengatasi hal tersebut, agar tidak
terjadi perpecahan terutama yang dilatarbelakangi oleh keyakinan.
DAFTAR
PUSTAKA
A
Latief Bustami, “Tinjauan Buku Carok,
Konflik Radikalisme dan Harga Diri Orang Madura”, Dalam Jurnal Antropologi
Indonesia, 2000. Hal 67
A.
Latief Wiyata, Carok: Konflik Radikalisme
dan Harga Diri Orang Madura, Penerbit LkiS, Yogyakarta, 2002. Hal 184-185.
Azyumardi Azra, 1996, Pergolakan politik Islam,
Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Paramadina, Jakarta, hlm.18s
Imam
M, 2012, Terorisme : antara aksi dan
reksi, ( gerakan islam radikal sebagai respon terhadap imperialisme modern ), Religia, vol : 15, No 1, Hal 65-87
Johan
Galtung, 1980, The True World: A
Transnational Perspectives, The Free Press, New York,. Hal. 67
Junly
N, 2012, Akar-Akar Radikalisme Isllam
dalam Tafsir Fi Zilal Al Qur’an Karya Sayid Qutb, Vol : 18, No 2
Mohtar Mas’oed et.al (Editor), 2001, Radikalisme Kolektif: Kondisi dan Pemicu,
Penerbit P3PK UGM Cet Kedua,. Hal. 18
Saifuddin, 2011, Radikalisme Islam Dikalangan Mahasiswa, Vol : 11, No 1
Sarwono,
S.W.(1999).Psikologi Sosial: Individu dan
Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Zumri
Bestado Sjamsuar, 1999, ”Paradoks Pikiran
Keagamaan: Kritik Terhadap Pereduksian Simbol Agama”, Dalam Suara Almamater
Publikasi Ilmiah Universitas Tanjungpura, No. 6 Tahun XIV,. Hal. 26-34.