Kamis, 20 November 2014

glosarium mikrobiologi



Nama    :Ika Yesi Setyaningsih
                                                                                                                                NIM   H1G013001
        Menejemen Sumberdaya Perairan

Akantodia adalah kelompok ikan berahang purba dari masa devon.
Alga (jamak Algae) adalah sekelompok organisme autotrof yang tidak memiliki organ dengan perbedaan fungsi yang nyata.
Amoeba adalah kelompok protista yang  dicirikan oleh keberadaan psepodopoda.
Amoeba zoa adalah kelompok protista dan koloid yang mencakup banyak spesies dengan pseudopodia yang berbentuk lobus.
Amoebasit adalah sebuah sel serupa  amoeba yang bergerak dengan speudopodia dan sel ini ditemukan pada kebanyakan hewan.
 Arkea atau archaea (bahasa Yunani: αρχαία"yang tua"), juga disebut arkeobakteri, merupakan satu divisi organisme hidup yang utama.
Autopoliploid adalah individu yang memiliki lebih dari dua perangkat kromosom Yngsemuanya berasal dari spesies yang sama.
Bakteri (dari kata Latin bacterium; jamak: bacteria) adalah kelompok organisme yang tidak memiliki membran inti sel.
Bakteriofag adalah virus yang menginfeksi bakteri.
Bioenergietika adalah keseluruhan aliran dan transformasi energi dalam sutu organisme,bidang yang mempelajari bagaimana energi mengalir melalui organisme-organisme hidup.
Cacar air adalah infeksi virus yang menyebar melalui kontak langsung atau melalui batuk, bersin, dan menyentuh pakaian yang terkontaminasi.
Eukarya adalah domain yang mencakup semua semua organisme eukariotik.
Fermentasi adalah proses produksi energi dalam sel dalam keadaan anaerobik (tanpa oksigen).
Fiksasi nitrogen adalah proses dimana nitrogen diambil dari bentuk molekul relatif inert nya (N2) di atmosfer dan diubah menjadi senyawa nitrogen berguna untuk proses kimia lainnya (seperti, terutama, amonia, nitrat, dan nitrogen dioksida).
Fungi adalah nama regnum dari sekelompok besar makhluk hidup eukariotik heterotrof yang mencerna makanannya di luar tubuh lalu menyerap molekul nutrisi ke dalam sel-selnya.
Gametogenesis adalah proses pembentukan gamet atau sel kelamin.
Isolasi adalah mengambil mikroorganisme yang terdapat di alam dan menumbuhkannyadalam suatu medium buatan.
Kapsid adalah cangkang proteina yang menyelubungi genm virus.
Medium (jamak : media) pertumbuhan adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk pertumbuhannya.
Meiosis (Pembelahan Reduksi) adalah reproduksi sel melalui tahap-tahap pembelahan seperti pada mitosis, tetapi dalam prosesnya terjadi pengurangan (reduksi) jumlah kromosom.
Mikrobia adalah jasad hidup yang sangat kecil dan tidak dapat dilihat tanpa mikroskop. Mikrobia meliputi semua jasad mikroskopik yang terdiri dari Arkhaebakteri, Khamir, Bakteri, Fungi, Sianobakteri, dan Protozoa.
Mikrobiologi (microbiology) : Ilmu yang mempelajari seluk-beluk kehidupan jasad-jasad renik (virus, bakteri, kapang, khamir, protozoa, dan lain-lain) secara umum, baik yang bersifat parasit maupun penting bagi industri, pertanian, kesehatan, dan sebagainya
Mikroorganisme atau mikroba adalah organisme yang berukuran sangat kecil sehingga untuk mengamatinya diperlukan alat bantuan.
MITOSIS adalah cara reproduksi sel dimana sel membelah melalui tahap-tahap yang teratur, yaitu Profase Metafase-Anafase-Telofase
Oogenesis adalah proses pembentukan sel telur (ovum) di dalam ovarium.
Organisme adalah individu makhluk hidup, apakah seekor hewan, tumbuhan atau mikroorganisme.
Patogen adalah organisme atau virus yang menyebabkan penyakit.
Pepton: merupakan protein yang  dicernakan sebagian dengan menggunakan enzim hidrolitik, misalnya pepsin, tripsin, papain, dan lain-lain.
protozoa adalah berasal dari bahasa Yunani, yaitu protos artinya pertama dan zoon artinya hewan. Jadi,Protozoa adalah hewan pertama.
Sel merupakan kesatuan struktural dan fungsional makhluk hidup
Spermatogenesis adalah proses pembentukan sel spermatozoa (tunggal : spermatozoon) yang terjadi di organ kelamin (gonad) jantan yaitu testis tepatnya di tubulus seminiferus.
Virus adalah organisme kecil yang berkembang biak dalam sel dan menyebabkan penyakit seperti cacar air, campak, gondong, rubella, pertusis dan hepatitis.

Pentingnya Pancasila sebagai pluralisme gerakan radikal



Ika Yesi Setyaningsih (H1G013001)                                                                
Ayu Alfizatunnikmah (H1G013010)                                                                  
Natalia Dwi Mulyaningsih (H1G013011)                                                           
Nurul Khotimah (H1G013024)                                                                           

KATA PENGANTAR


                 Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Pancasila Ideologi yang Pluralis dan Anti Gerakan Radikal” untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pancasila.
Kami berusaha menyajikan makalah ini dengan semudah mungkin agar pembahasan-pembahasan yang ada di dalamnya mudah dipahami, dan pemahaman inilah yang kami harapkan akan memudahkan pembaca memahami semua aspek-aspek yang berhubungan dengan
Kami harap makalah ini tidak hanya dapat menambah pengetahuan, tetapi juga dapat merangsang kreativitas pembaca sehingga mampu memecahkan masalah-masalah yang berhubungan dengan bab yang kami bahas ini.
Kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat membangun dari berbagai pihak yang berkepentingan demi perbaikan makalah kami ke arah yang lebih baik.

 Purwokerto,   oktober 2014



Penulis





BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Ideologi dalam pandangan secara umum,  mungkin dapat diartikan sebagai suatu pandangan atau sistem nilai yang menyeluruh dan mendalam yang dipunyai dan dipegang oleh suatu masyarakat tentang bagaimana cara yang sebaiknya,yaitu secara moral dianggap benar dan adil,mengatur tingkah laku mereka bersama dalam berbagai segi kehidupan duniawi mereka (Alfian 1992:187). Tiadanya ideologi yang dapat memberikan arah perubahan yang sangat besar.Dewasa ini,dikuatirkan akan memunculkan kembali gerakan-gerakan radikal baik yang bersumber dari rasa frustasi masyarakat dalam menghadapi ketidakpastian hidup maupun akibat dari manipulasi sentimen-sentimen primordial. Radikalisme bukanlah  fenomena baru yang terjadi di Indonesia maupun di dunia. Gerakan-gerakan radikal  ini tentu sangat berbahaya karena dapat memutar kembali arah reformasi politik kepada situasi yang mendorong munculnya kembali kekuatan yang otoritarian maupun memicu anarki sosial yang tidak berkesudahan. Perkembangan zaman menyebabkan kesenjangan yang memicu adanya gerakan radikalisme, Istilah radikalisme dalam perspektif nya sering dikaitkan dengan sikap ekstrim, kolot, stagnasi, konservatif, anti-Barat, dan keras dalam mempertahankan ideologi bahkan dengan kekerasan fisik.( Chaq,2013 )
Indonesia adalah negara yang menjadikan  pancasila sebagai ideologi negara. Pancasila digali diambil dan digunakan dari masyarakat  Indonesia sendiri . Pancasila sebagai ideologi nasional Bangsa Indonesia pada hakekatnya merefleksikan dimensi dari sebuah ideologi yang dimiliki oleh suatu negara dan bangsa secara keseluruhan. Sebagai ideologi yang yang dianut  oleh  bangsa yang memiliki keberagaman suku,ras,bahasa maupun agama pancasila haruslah menjadi ideologi yang pluralis. Pluralisme bukanlah sesuatu yang baru didengar,pluralisme saat ini menjadi suatu hal yang digadang-gadang sebagai hal yang harus dilakukan dalam kehidupan bermasyarakat. Karna isu radikalisme yang sering didengar adalah isu radikalisme adalah mengenai agaman maka pluralism yang saat ini digadang-gadang pula adalah pluralime mengenai agama. Pluralisme agama adalah suatu paham yang mengajarkan bahawa semua agama adalah sama dan karenanya kebenaran setiap agama adalah relatif; oleh sebab itu ,setiap agama tidak boleh mengklaim bahwa hanya agamanya nya saja yang paling benar dan agama yang lain salah. Pliralisme juga mengajarkan bahwa semua pemeluk agama akan masuk dan hidup berdampingan di surga. Pluralitas agama adalah sebuah kenyataan bahwa dinegara atau daerah tertentu terdapat berbagai berbagai pemeluk agama yang hidup berdampingan.

1.2.Rumusan masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1.      Bagaimana munculnya radikalisme di Indonesia
2.      Apa peran Pancasila sebagai ideologi Negara mengenai masalah radikalisme di Indonesia
3.      Apa saja jenis-jenis radikalisme
4.      Apa penting nya pluralisme dan bagaimana penerapannya.

1.3.Tujuan

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah:
1.      Mengetahui bagaimana munculnya radikalisme di Indonesia
2.      Mengetahui peran pancasila tentang radikalisme di Indonesia
3.      Mengetahui jenis jenis radikalisme
4.      Mengetahui pentingnya pluralisme
1.4.Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan menelusuri bagaimana munculnya bagaimana munculnya gerakan radikal,dan peran penting pancasila untuk mengahambat terjadinya gerakan radikalisme,dan jenis-jenis radikalisme serta bagaimana pentingnya radikalisme.




BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Ideologi Pancasila merupakan tatanan nilai yang digali (kristalisasi) dari nilai-nilai dasar budaya bangsa Indonesia. Kelima sila merupakan kesatuan yang bulat dan utuh sehingga pemahaman dan pengamalannya harus mencakup semua nilai yang terkandung didalamnya. Ketahanan ideologi diartikan sebagai kondisi dinamik kehidupan ideologi bangsa Indonesia yang berisi keuletan dan ketangguhan yang mengandung kemampuan kekuatan nasional dalam menghadapi dan mengatasi segala tantangan, ancaman, hambatan serta gangguan yang dari luar/dalam, langsung/tidak langsung dalam rangka menjamin kelangsungan kehidupan ideologi bangsa dan negara Indonesia.
 Pluralisme berasal dari kata “plural” yang berarti kemajemukan atau keanekaragaman dan “isme” yang berarti paham, jadi pluralism adalah paham kemajemukan. Dalam rangka membentuk masyarakat beragama yang rukun dan damai, para ahli banyak menekankan tentang pluralisme.Paham ini menitik beratkan pada aspek persamaan, dimana semua agama itu sama.dalam artian banyak jalan menuju surge. Sebenarnya paham pluralism merupakan paham yang sudah cukup lama. Paham ini muncul bersamaan dengan modernisasi Negara-negara barat. Dengan kata lain paham ini  pada awalnya muncul dari belahan dunia barat,yakni Eropa. Dalam paham pluralisme agama yang berkembang di Barat sendiri terdapat sekurang-kurangnya dua aliran yang berbeda: yaitu paham yang dikenal dengan program teologi global (global theology) dan paham kesatuan transenden agama-agama (Transcendent Unity of Religions). Kedua aliran ini telah membangun gagasan, konsep dan prinsip masing-masing yang akhirnya menjadi paham yang sistemik. Karena itu yang satu menyalahkan yang lain.
Secara semantik, radikalisme ialah paham atau aliran yang menginginkan  perubahan atau pembaharuan sosial dan politik dengan cara kekerasan atau drastis (Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, cet. th. 1995, Balai Pustaka). Dalam Ensiklopedi Indonesia (Ikhtiar Baru – Van Hoeve, cet. 1984) diterangkan bahwa “radikalisme” adalah semua aliran politik, yang para pengikutnya menghendaki konsekuensi yang ekstrim, setidak-tidaknya konsekuensi yang paling jauh dari pengejawantahan ideologi yang mereka anut. Dalam dua definisi ini “radikalisme” adalah upaya perubahan dengan cara kekerasan, drastis dan ekstrim. Adapun dalam Kamus Ilmiyah Populer karya Pius A Partanto dan M. Dahlan Al-Barry (penerbit Arkola Surabaya, cet. th. 1994) diterangkan bahwa “radikalisme” ialah faham politik kenegaraan yang menghendaki adanya perubahan dan perombakan besar sebagai jalan untuk mencapai taraf kemajuan. Dalam definisi terakhir ini “radikalisme” cenderung bermakna perubahan positif
Selain agama, radikalisme juga sudah “menjangkiti” aliran-aliran sosial, politik, budaya, dan ekonomi. Ada anggapan di kalangan masyarakat awam bahwa radikalisme hanya dilakukan oleh agama tertentu saja, dan anggapan itu memang tidak salah. Kelompok radikal di negeri ini tumbuh subur. Mereka masih bebas melancarkan serangan dengan merusak nilai-nilai kemanusiaan. Label radikalisme bagi gerakan Islam yang menentang Barat dan sekutu-sekutunya dengan sengaja dijadikan komoditi politik. Gerakan perlawanan rakyat Palestina, Revolusi Islam Iran, Partai FIS Al-Jazair, perilaku anti-AS yang dipertunjukkan Mu’ammar Ghadafi ataupun Saddam Hussein, gerakan Islam di Mindanao Selatan, gerakan masyarakat Muslim Sudan yang anti-AS, merebaknya solidaritas Muslim Indonesia terhadap saudara-saudara yang tertindas dan sebagainya, adalah fenomena yang dijadikan media Barat dalam mengkapanyekan labelradikalismeIslam.(AzyumardiAzra,1996)
BAB II
PEMBAHASAN
3.1. Sejarah Munculnya Radikalisme
Secara garis besar gerakan radikalisme disebabkan oleh faktor ideologi dan faktor non-ideologi seperti ekonomi, dendam, sakit hati, ketidakpercayaan dan lain sebagainya. Faktor ideologi sangat sulit diberantas dalam jangka pendek dan memerlukan perencanaan yang matang karena berkaitan dengah keyakinan yang sudah dipegangi dan emosi keagamaan yang kuat. Faktor ini hanya bisa diberantas permanen melalui pintu masuk pendidikan (soft treatment) dengan cara melakukan deradikalisasi secara evolutif yang melibatkan semua elemen. Pendekatan keamanaan (security treatment) hanya bisa dilakukan sementara untuk mencegah dampak serius yang ditimbulkan sesaat. Sementara faktor kedua lebih mudah untuk diatasi, suatu contoh radikalisme yang disebabkan oleh faktor kemiskinan cara mengatasinya adalah dengan membuat mereka hidup lebih layak dan sejahtera.
                Radikalisme dalam studi ilmu sosial diartikan sebagai pandangan yang ingin melakukan perubahan yang mendasar sesuai dengan interpretasinya terhadap realitas sosial atau ideologi yang dianutnya. Radikal dan radikalisme adalah sebenarnya konsep yang netral dan tidak bersifat pejorative (melecehkan). Perubahan radikal bisa dicapai melalui cara damai dan persuasif tetapi bisa juga dengan kekerasan. Dan dalam hal ini perlu dibedakan antara kekerasan fisik dengan kekerasan yang berbentuk simbolik atau wacana. Biasanya banyak pihak cenderung mengasosiasikan kekerasan dalam bentuk fisik, seperti: penyerangan, pemukulan, pengrusakan dan sebagainya tetapi mengabaikan kekerasan simbolik atau wacana. Sedangkan provokasi, penglabelan, stigmatisasi, atau orasi yang agitatif, termasuk hate speech, condoning disepelekan dan bukan sesuatu yang dilihat sebagai kondisi yang memungkinkan ekskalasi menuju kekerasan fisik (Hasani, 2011:19).
            Memang harus diakui, bahwa ideologi agama sedikit banyak berpengaruh terhadap munculnya aksi radikalisme. Teks-teks agama yang ditafsirkan secara atomistik, parsial-monolitik (monolithicpartial) akan menimbulkan pandangan yang sempit dalam beragama. Kebenaran agama menjadi barang komoditi yang dapat dimonopoli. Ayat-ayat suci dijadikan justifikasi untuk melakukan tindakan radikal dan kekerasan dengan alasan untuk menegakkan kalimat Tuhan di muka bumi ini. Aksi radikalisme inilah yang sering mengarah kearah aksi teror.
Maraknya radikalisme di era kontemporer memiliki ikatan sejarah dan sosiopolitik. Di sini, geneologi radikalisme dilacak. Secara kultural-histrori, akar maupun embrio munculnya benih radikalisme Islam dimulai ketika golongan yang dulunya pengikut khalifah Ali bin Abi Thalib, membangkang hingga memutuskan keluar dari barisan. Kelompok itu dikenal dengan Khawarij. Model pemikiran dan semangat radikal/revolusioner Khawarij bermetamor fosis sejalan dinamika maupun perubahan zaman. Ideologi radikal berkembang di tanah Arab dengan setting sosial-politik berbeda. Artinya, pemikiran dan aksi radikal tak lagi dibatasi doktrin maupun dogma agama ditafsirkan sepihak. Tapi radikalisme berkembang karena sejarah dan faktor lain di luar agama.
Radikalisme lebih sering muncul saat menghadapi kebijakan politik penguasa dan kondisi sosial-budaya dipandang dapat mengancam penerapan ajaran Islam yang diyakini mutlak benar. Kaum radikal mengusung rasa wajib memperjuangkan keyakinan mereka itu sampai dengan hari ini. (hlm 101).
Semangat itu mengilhami aksi radikalisme di belahan dunia, apalagi dibumbuhi sentimen anti Barat. Di Afganistan ada Jamaluddin Al-Afghani (1839-1897) dengan gagasannya Pan Islamisme. Ide Pan Islamisme dimaksudkan menyatukan dunia Islam mirip sistem Hilafah karena didasarkan kenyataan sosiologis eksistensi Islam terpinggirkan oleh dominasi kekuatan Barat pascakemunduran Islam abad 19.
Spirit itu mewarnai perkembangan gerakan radikal Sultan Turki, Abdul Hamid II, gerakan Wahabi di Hijaz, Jemaat-e Islami didirikan Abu Alía al-Maududi di Pakistan, Ikhwanul Muslimin di Mesir dengan tokoh Sayyid Quthb. Seperti itu pula gerakan Sayyid Nursi di Turki, Hasal Al-Bana dan gerakan NII pimpinan Kartosuwiryo di Indonesia, hingga berkembang seperti sekarang ini.

3.2.Jenis-Jenis Radikalisme
            Dibawah ini akan dijelaskan beberapa jenis radikalisme yang dilihat dari berbagai perspektif kehidupan bermasyarakat, diantaranya yaitu:
Radikalisme Dalam Perspektif Politik
Dalam perspektif politik bukan negara itu yang terpenting, tetapi kekuasaan yang dimilikinya itulah yang menjadi perhatian utama, dan kekuasaan inilah yang dinilai merupakan sumber radikalisme. Hal ini dikarenakan, kekuasaan sebagai suatu konsep memberikan kepada orang untuk mewujudkan segala keinginan, dan tujuan dari orang yang memiliki kekuasaan tersebut. Meskipun negara bukan satu-satunya pemilik kekuasaan, namun kekuasaan yang dimiliki oleh negara sangat berbeda dengan kekuasaan yang dimiliki oleh organisasi-organisasi lainnya, ataupun kekuasaan yang di miliki oleh orang perseorang. Perbedaan ini terlihat dari hak istimewa yang ada pada negara, negara bisa memaksakan warga negara untuk tunduk kepada peraturannya, jika perlu dengan sangsi hukuman. Oleh karena itu, dalam perspektif politik, radikalisme yang terjadi menempatkan faktor kekuasaan sebagai inti persoalannya, sehingga radikalisme juga sering dimaknai sebagai bentuk dan cara perebutan kekuasaan. Apalagi ketika berbicara ke-kuasaan dalam politik, maka konotosi yang sifatnya jelek, kotor, kerakusan, serta dominasi seakan sudah terkonstruksi, dan merupakan image yang melekat dari kedua konsep tersebut.
 Johan Galtung mencoba mengkonsep tualisasikan jenis radikalisme ini ke dalam 3 bentuk, yaitu radikalisme kultural, radikalisme struktural, dan radikalisme langsung (Galtung,1980). Radikalisme kultural merupakan radikalisme yang melegitimasikan terjadinya radikalisme struktural dan radikalisme langsung. Radikalisme langsung (violence-as-action) sendiri dimaknai sebagai radikalisme yang terlihat secara langsung dalam bentuk kejadian-kejadian atau perbuatan, sehingga mudah dilakukan identifikasi terhadap jenis radikalisme ini,contohnya radikalisme yang terjadi  di Aceh yaitu GAM dimana Aceh merindukan kebebasan dan kemerdekaan untuk negaranya sendiri.Terjadinya radikalisme di pulau Madura dan Kalimantan yang menyebabkan banyak korban, Radikalisme bom Bali mereka berfikir   untuk memusnahkan  turist karena menyimpang dengan ajaran Islam dalam cara berpakaian mereka.Radikalisme struktural (violence-as-structure) diartikan sebagai radikalisme yang berbentuk eksploitasi sistematis disertai mekanisme yang menghalangi terbentuknya kesadaran, serta menghambat kehadiran lembaga-lembaga yang dapat menentang eksploitasi dan penindasan contohnya gerakan radikalisme menjadi wadah di kalangan minoritas seperti,kelompok pemberontak,kelompok ISIS,kelompok islam yang tidak diakui Amerika.
Radikalisme Dalam kehidupan Sosiologis
Sebagai ilmu pengetahuan, secara formal sosiologi mencoba membatasi diri pada manusia sebagai satuan sosial, termasuk bagaimana hubungannya dengan masyarakat, proses sosial, dan ketentuan-ketentuan sosial, struktur sosial, kelangsungan hidup dari kelompok sosial (apakah unsur-unsur pengawasan sosial yang menjamin kelangsungan hidup kelompok/ masyarakat, serta bagaimanakah individu paling efektif diawasi oleh masyarakat), serta perubahan-perubahan sosial (social change) sebagai objek formalnya.
Perkembangan perilaku seseorang di masyarakat diarahkan pada tujuan hidup untuk mendapatkan pengakuan dari lingkungannya. Kegagalan mendapatkan pengakuan dari lingkungannya akan menimbulkan masalah bagi orang yang bersangkutan. Upaya untuk mendapatkan pengakuan ini adalah dengan kompensasi (menutupi suatu kelemahan dengan hal lain) terhadap hal-hal yang dapat menimbulkan perasaan rendah diri (Sarwono, 1999).Biasanya orang yang mengalami kegagalan mendapatkan pengakuan di lingkunganya mereka akan melakukan perlakuan yang menyebabkan radikalisme di masyarakat.Seperti kegagalan dalam pemilu Kepala Desa karena merasa kalah dan di kucilkan lawannya,menimbulkan rasa kebencian tidak jarang menimbulkan peperangan antar pendukung karna merasa jagoan mereka kalah.Orang yang belum mendapatkan pekerjaan hanya diam dirumah pun tak jarang menjadi bahan bicaraan warga dan menimbulkan reaksi negative dari orang tersebut dengan emosional,menjadi fanatic,masuk dalam kumpulan orang yang memiliki latar belakang sama.
Radikalisme Dalam Perspektif Budaya
Radikalisme dari perspektif budaya merupakan radialisme pada realitas yang ditemukannya berbagai budaya dalam masyarakat, dan etnis tertentu yang dianggap akrab dengan radikalisme, sehingga sering dinilai merupakan bagian dari sistem budaya mereka.dalam masyarakat madura dikenal dengan istilah “carok” dan” sirri “ cara untuk menyelesaikan permasalahan yang ada di suku bugis tersebut. Carok misalnya, masyarakat Madura memiliki budaya radikalisme, namun pendekatan etniki memperlihatkan bahwa carok dalam pengertian dan pemahaman aslinya setidaknya mengandung lima unsur yang oleh etnis Madura sangat dijunjung tinggi. Kelima unsur tersebut adalah pertama, tindakan atau upaya pembunuhan antar laki-laki; kedua, pelecehan harga diri terutama berkaitan dengan kehormatan perempuan (istri); ketiga, perasaan malu (malo); keempat, adanya dorongan, dukungan, persetujuan sosial disertai perasaan puas, dan kelima, perasaan bangga bagi pemenangnya(Latief,2002). Meskipun kemudian carok sebagai suatu mekanisme dalam menyelesaikan sengketa dalam maknanya yang asli mengusung nilai yang dijunjung tinggi oleh etnis madura dikaburkan, dan bahkan menjadi ”tuna makna” oleh ”nyelep”, yaitu suatu cara menyerang musuh dari belakang atau samping ketika musuh sedang lengah(Latief,2000).
Radikalisme Dalam Perspektif Ekonomi   
Pembangunan dalam perspektif ekonomi dapat menjadi pemicu terjadinya radikalisme dimasyarakat yang banyak terjadinya perubahan-perubahan dalam lingkungan sosial yaitu pranata sosial di lingkungan masyarakat dan perubahan lingkungan demokrasi(politik) (Bestado,1999).
Radikalisme Dalam Perspektif Agama
Radikalisme dalam perspektif agama adalah pemicu utama terjadinya radikalisme dengan adanya ajaran,cerita,dogma dan simbolisme ritualitas dan idealitas yang ada dalam agamanya dipahami oleh pemeluknya,agama menjadi bersifat partikular (Mohtar Mas’oed et.a,2001).Contoh perspektif agama faham Islam Irak dan Syiria (ISIS) yang baru booming di Indonesia,faham ini memberi pengajaran kebencian kepada sesama  umat islam,mereka juga belajar kemiliteran dan berjanji untuk membela gerakan terorisme untuk menyelamatkan dunia menurut pengajaran ISIS tersebut.Adanya pembunuhan Pastur dalam film”?” juga pengeboman di Gereja Bethel Indonesia di Solo.



3.3. Peran Pancasila sebagai ideologi Negara mengenai masalah radikalisme di Indonesia
Pancasila sebagai ideologi bangsa memiliki perbedaan yang mendasar dengan ideologi kapitalisme-liberal maupun sosialisme-komunis, dimana pancasila menyukai adanya hak-hak individu maupun hak masyarakat, baik di bidang ekonomi maupun politik. Lain halnya dengan ideologi liberalis-kapitalis yang lebih mengedepankan kebebasan individual ataupun kelompok. Sebagai ideologi terbuka, pancasila membuka ruang penuh bagi negara dan masyarakatnya untuk mencapai cita-citanya dengan berlandaskan pada kesepakatan tentang rule of law sebagai landasan pemerintah atau penyelenggaraan negara ( the basis of government ) dan kesepakatan tentang bentuk institusi-institusi dan prosedur-prosedur ketatanegaraan ( the form of institutions and procedures ).
            Secara ideologis pancasila telah dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional, namun masih terdapat dua kelemahan mendasar yang perlu diperbaiki, yaitu belum tepatnya pemahaman yang sama tentang kandungan nilai pancasila serta keterkaitannya dengan kebijakan serta strategi nasional, baik dikalangan para pemimpin maupun dikalangan rakyat banyak dan belum terwujudnya kondisi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang dicita-citakan dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945; dengan relita kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pancasila yang telah dilegitimasikan sebagai dasar negara dan ideologi nasional semestinya menjadi rujukan dalam segala bentuk perundangan maupun rujukan bagi para pemangku kebijakan dan masyarakat dalam bertindak, sehigga tidak terjadi resistensi antara idealisme yang terkandung dalam sila pancasila, UUD 1945 dengan relitas kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai pasal dalm perundangan yang tidak seiring dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila dan UUD 1945 telah menimbulkan serangkaian kegelisahan dan protes dari masyarakat. Berbagai resistensi yang terjadi tersebut jika dibiarkan akan berdampak pada terjadinya pergeseran ke arahderadsi kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah.
            Pancasila merupakan sumber dari segala segala sumber hukum di Indonesia, sehingga berbagai perundangan dan peraturan baik di pemerintahan maupun pemerintahan daerah seharusnya tidak boleh keluar dari koridor Pancasila dan UUD 1945. Namun demikian, sampai sejauh ini masih banyak perundangan yang tidak mengedepankan nilai-nilai sebagaimana terkandung dalam pancasila dan UUD 1945. Bahkan uji materiil perundangan di Mahkamah Konstitusi hanya diuji pada batang tubuh (pasal-pasal) tetapi tidak diuji dari Pembukaan UUD1945. Alhasil pancasila sebagai ‘pusat kekuatan‘ kurang berdampak pada kehidupan bangsa dan negara secara keseluruhan.
            Pada ranah global, pancasila juga diperhadapkan pada tumbuhnya radicalism ideology yang terus berkembang dan mengarah pada ‘penetrasi dan pemaksaan’ yang serinng dilakukan melalui cara kekerasan dengan melibatkan state actor maupun non-state actor, dengan metode simetris maupun asimetris dan dalam bentuk terorisme nasional maupun transnational organized crime. Indonesia dalam menuju peradaban yang lebih bermartabat diperhadapkan pada berbagai pengaruh ideologi-ideologi lain, termasuk ideologi radikalisme global yang mengganggu pencapaian dari berbagai kebijakan yang ditetapkan. Padahal sesungguhnya Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia telah terbukti dan teruji mampu mempersatukan pluralisme dari berbagai suku, ras, etnis maupun agama yang ada diseluruh Indonsia.
            Dari berbagai jajak pendapat yang dilakukan berbagai kalangan dalam waktu yang berbeda-beda, ternyata Pancasila masih mendapatkan dukungan yang kuat dari mayoritas bangsa Indonesia. Dukunga yang kuat ini harus diperkuat dengan mengembangan kondisi sosial politik., sosial ekonomi, sosial budaya, serta kondisi pertahanan keamanan yang akan mengukuhkan dukungan itu.
            Menagkal ideologi radikalisme global antara lain :
1)      upaya mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme global adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi., antara lain dengan meningkatkan relevansi Pancasila dalam kehidupan bermasyarakat , berbangsa dan bernegara, sehingga rakyat bukan  saja memahaminya secara efektif dan menindaklanjutinya secra psikomotoris. Dengan cara demikian, bukan saja kewibawaan Pancasila semakin meningkat oleh karena didukung oleh kenyataan, tetapi juga daya tarik ideologi radikalisme global semakin menurun.
2)      Upaya mendasar berikutnya untuk menangkal ideologi radikalisme global adalah dengan mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi radikalisme global tersebut dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-dalil yang dianutnya, bukan saja dari aspek internal tetapi juga dari aspek eksternalnya.
3)      Upaya pencegahan yang sangat efektif yang dalam mencegah timbulnya minat terhadap ideologi radikalisme global adalah dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, antara lain dengan menegakkan keadilan kebenaran, menghargai harkat dan martabat manusia, mencegah terjadinya diskriminasi dan mencegah dan mengambil tindakan terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
4)      Mengambil tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat terhadap indikasi telah adanya aksi-aksi radikalisme di dalam masyarakat.
5)      Khusus untuk menangkal ideologi radikalisme global yang terkait dengan fundamentalisme keagamaan khususnya agama islam perlu difasilitatsi dengan upaya alim ulama, serta upaya deradikalisasi secara mendasar dan mendalam terhadap mereka yang pernah terlibat dalam aksi-aksi radikal.

3.4.Pentingnya Pluralisme Dan Penerapannya
Pluralisme menurut bahasa adalah teori yang mengatakan bahwa realitas terdiri dari banyak substansi. Indonesia merupakan negara yang memiliki banyak etnik, budaya, tradisi, suku maupun agama. Hal tersebut memberikan bukti bahwa Indonesia adalah negara yang pluralistik.
Manfaat dari pluralisme adalah mengajak warga negara agar dapat membangkitkan sifat pengharagaan antara satu ras dengan ras lainnya, antara etnik atau suku yang satu, dengan suku lainnya, antara pengikut agama yang satu dengan agama lainnya, antara golongan yang satu dengan lainnya. Selain itu, setiap warga, etnik, dan ras dan penganut agama tertentu, dapat mengembangkan kultur, nilai-nilai ajarannya, serta tradisinya. Tak seorang pun yang dapat menghalangi upaya pengembangan ini. Mereka dilindungi oleh undang-undang, yang berdasarkan kesepakatan dan persetujuan warga secara keseluruhan.. Dengan demikian, setiap warga dapat berdiri di atas kakinya sendiri, tanpa merasa tertekan, dikontrol, serta diawasi oleh warga lain yang berbeda kultur. Setiap warga memiliki hak untuk hidup dan maju, bahkan mengembalikan tradisi dan kultur lama yang menjadi ajaran atau anutan pada warga itu. Institusi dan pranata sosial dan kulural dapat berdiri sebanyak-banyaknya, tanpa ada halangan dan tantangan. Hubungan dengan kultur yang sama dapat dibangun seoptimal dan sedekat mungkin, tanpa ada batas-batas hierarkikal dan birokrasi, hingga batas Negara sekalipun. Orang Kristen, umpamanya, dapat saja menjalin hubungan dengan umat Kristiani di belahan Eropa, di AS, dan Australia. Umat Hindu dapat saja saling tolong menolong dalam hal kehidupan dengan India. Pengikut Buddha dan Kong Hu Chu pun, dapat sangat akrab dengan bangsa Asia Timur seperti Cina, Jepang, Korea, Taiwan, dan Indo Cina. Umat Islam dapat menikmati hubungan mesra dan silatur rahim dengan bangsa Arab, Berber, Afrika, Asia Tengah, Persia, dan Anak Benua India. Setiap penganut agama ini dapat saja membangun tempat ibadah di manapun saja mereka punya tanah hak milik. Bahkan menyewa juga seharusnya pun bisa! Mereka dapat melakukan upacara keagaman secara terbuka dan masif.
Sebagai nilai, pancasila memuat suatu daya tarik bagi manusia untuk diwujudkan, mengandung suatu keharusan untuk dilaksanakan. Nilai merupakan cita-cita yang menjadi motivasi bagi segala sikap, tingkah laku, dan segala manusia yang mendukungnya. Oleh karena itu sikap pluralisme terhadap bangsa sangat diperlukan karena tanpa adanya sikap itu, maka masyarakat hanya mementingkan dirinya sendiri saja kemudian muncul sikap egois dan berkurangnya sikap toleransi serta sikap saling menghargai antar sesama, walaupun itu dalam lingkungan keluarga sendiri.
Setelah memahami nilai-nilai pancasila, sebagai yang harus diwujudkan serta pedoman untuk melaksanakannya, kita masih perlu menata dan menyusun serta mengatur sistem kehidupan bangsa Indonesia bagi terwujudnya nilai-nilai pancasila. Misalnya dalam mengusahakan persatuan bangsa Indonesia, kita perlu menyusun dan mengatur interaksi antar warga Negara yang terdiri dari beraneka ragam suku, golongan, agama serta budaya. Demikian juga bagaimana mengatur kehidupan beragama agar kebebasan kehidupan beragama bisa terjamin.
Seperti halnya semboyan Negara kita yaitu “ bhineka tunggal ika”, walaupun berbeda tetapi tetap satu jua. Dengan adanya perbedaan itu muncul suatu rancangan baru yang pada akhirnya terbentuklah rasa nasionalisme dan rasa patriotism terhadapa tanah air Indonesia. Usaha-usaha ekstern, yang diharapkan bagi pelaksanaan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bersama bangsa indoneasia.
Bila telah di tangkap atau dipahami serta tampak bernilai bagi bangsa Indonesia, nilai-nilai tersebut akan memberi daya tarik bagi bangsa Indonesia untuk mewujudkannya. Namun nilai-nilai pancasila tampaknya masih terlalu umum dan abstrak untuk dapat di tangkap oleh bangsa Indonesia pada umunya, maka masih perlu dijabarkan agar mudah di pahami dan tampak bernilai bagi bangsa Indonesia.

BAB IV
PENUTUPAN
1.1.   Kesimpulan
Radikalisme muncul disebabkan adanya faktor ideologi dan non ideologi seperti ekonomi, dendam dan sakit hati. Faktor yang paling sulit diberantas dalam jangka waktu yang singkat dan memerlukan pemikiran yang matang adalah faktor ideologi karena menyangkut keyakinan. Upaya mendasar yang paling efektif utuk menanngkal ideologi radikalisme global adalah dengan memperkuat ketahanan nasional dalam bidang ideologi, mengkaji pola pikir yang paling dalam dari ideologi radikalisme global tersebut dan membuktikan kekeliruan dan kelemahan dalil-dalil yang dianutnya bukan saja dari aspek internal tetapi juga dari aspek eksternalnya, dengan meniadakan kondisi yang memungkinkan tumbuh dan bekembangnya ideoloi tersebut, Mengambil tindakan preventif serta represif yang tepat dan cepat yang terkait dengan fundamentalisme keagamaan khususnya agama islam perlu difasilitatsi dengan upaya alim ulama.
Jenis-jenis radikalisme dapat dibedakan berdasarkan perbedaan perspektif politik, perspektif budaya, perspektif agama, perspektif ekonomi dan perspektif sosiologis. Manfaat dari pluralisme adalah mengajak warga negara agar dapat membangkitkan sifat pengharagaan antara satu ras dengan ras lainnya, antara etnik atau suku yang satu, dengan suku lainnya, antara pengikut agama yang satu dengan agama lainnya, antara golongan yang satu dengan lainnya.
1.2.   Saran
Sebaiknya radikalisme di Indonesia ditiadakan terutama radikalisme yang disebabkan oleh faktor ideologi. Karena hal tersebut bersangkutan dengan keyakinan yang dipegang dan emosi keagamaan yang kuat, sehingga memerlukan waktu yang lama dan butuh pemikiran yang matang untuk memberantas radikalisme ini. Disinilah peran pancasila sebagai ideologi negara dapat mengatasi hal tersebut, agar tidak terjadi perpecahan terutama yang dilatarbelakangi oleh keyakinan.

DAFTAR PUSTAKA
A Latief Bustami, “Tinjauan Buku Carok, Konflik Radikalisme dan Harga Diri Orang Madura”, Dalam Jurnal Antropologi Indonesia, 2000. Hal 67
A. Latief Wiyata, Carok: Konflik Radikalisme dan Harga Diri Orang Madura, Penerbit LkiS, Yogyakarta, 2002. Hal 184-185.
Azyumardi Azra, 1996, Pergolakan politik Islam, Dari Fundamentalis, Modernisme Hingga Post-Modernisme, Paramadina, Jakarta, hlm.18s
Imam M, 2012, Terorisme : antara aksi dan reksi, ( gerakan islam radikal sebagai respon terhadap imperialisme modern ), Religia, vol : 15, No 1, Hal 65-87
Johan Galtung, 1980, The True World: A Transnational Perspectives, The Free Press, New York,. Hal. 67
Junly N, 2012, Akar-Akar Radikalisme Isllam dalam Tafsir Fi Zilal Al Qur’an Karya Sayid Qutb, Vol : 18, No 2
Mohtar Mas’oed et.al (Editor), 2001, Radikalisme Kolektif: Kondisi dan Pemicu, Penerbit P3PK UGM Cet Kedua,. Hal. 18
Saifuddin, 2011, Radikalisme Islam Dikalangan Mahasiswa, Vol : 11, No 1
Sarwono, S.W.(1999).Psikologi Sosial: Individu dan Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Balai Pustaka
Zumri Bestado Sjamsuar, 1999, ”Paradoks Pikiran Keagamaan: Kritik Terhadap Pereduksian Simbol Agama”, Dalam Suara Almamater Publikasi Ilmiah Universitas Tanjungpura, No. 6 Tahun XIV,. Hal. 26-34.